BUDAYA JAWA


Kata Pengantar


Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini hingga selesai dengan tepat waktu. 
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak terdapat kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini 
















Penyusun






i
 
 
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG..........................................................................................................1
1.2TUJUAN.............................................................................................................................1
BAB II LANDASAN TEORI………………………………………………......…..................2
BAB III PEMBAHASAN
3.1 ADAT ISTIADAT JAWA TIMUR....................……………………………... ..............3-7
3.2 UNSUR BUDAYA JAWA TIMUR..........................…………………….......................7-9
3.3UPACARA PERNIKAHAN ADAT JAWA........................................………..............9-14
3.4 MAKNA YANG TERSIRAT DALAM UNSUR UPACARA PERNIKAHAN.........14-15
3.5 KAITANNYA DENGAN CINTA KASIH........................................................................15
3.6 WAWANCARA DENGAN NARASUMBER.............................................................16-17
BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN..................................................................................... ......................18
4.2 SARAN………………………………………………………………. ......................18
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................19







ii
 


ii
 

 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1      LatarBelakang
Ritual perkawinan adat Jawa sebagai jenjang yang harus dilalui seseorang sebelummemasuki kehidupan rumah tangga yang sebenarnya, merupakan upacara sakralyangberisiungkapanmengenai adat,sikapjiwa,alam pikirandan pandanganrohaniyangberpangkaltolakdari budayaJawa.Ritualupacarasakral ini merupakan salah satu kekayaan budaya daerah yang di dalamnya terkandung nilai-nilai etika Jawa yang sangat mendalam.Nilai-nilaietikatersebut menjadi pedoman atau dasar bagi keutamaan watak susila Kejawen dalambudaya Jawa.
Suatu ritual perkawinan adat tradisional merupakan saat yang paling penting danmenentukankarenamerupakanmasa peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Ritual perkawinan adalah crisisritus(upacaradisaatkrisis)danrite passage  (upacara  di  masa  peralihan)  yang   memiliki  fungsi  sosial  yaitu menyatakan kepada khalayak luas tingkat hidup baru yang telah dicapai individu yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1981:90).

1.2      Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk :
Mengetahui adat dan kebudayaan jawa
Mengrtahui unsur dan nilai - nilai budaya
Mengetahui tradisi dari pernikahan jawa beserta makna dan tahapan- tahapannya.
Mengetahui hubungan dari pernikahan adat jawa dengan hubungan cinta kasih





BAB II
LANDASAN TEORI
Perkawinan merupakan sesuatu yang sakral, agung, dan monumental bagi setiap pasangan hidup. Karena itu, perkawinan bukan hanya sekedar mengikuti agama dan meneruskan naluri para leluhur untuk membentuk sebuah keluarga. Ikatan hubungan yang sah antara pria dan wanita, namun juga memiliki arti yang sangat mendalam dan luas bagi kehidupan manusia dalam menuju bahtera kehidupan seperti yang dicitacitakannya. Perkawinan biasanya diartikan sebagai ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami isteri, dengan tujuan membentuk suatu keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari pasangan demi pasangan itulah selanjutnya terlahir bayi-bayi pelanjut keturunan yang pada akhirnya mengisi dan mengubah warna kehidupan di dunia ini. Oleh karena itu, bagi masyarakat Jawa khususnya, makna sebuah perkawinan menjadi sangat penting. Selain harus jelas bibit, bebet, dan bobot bagi si calon pasangan, berbagai perhitungan ritual lain harus pula diperhitungkan agar perkawinan itu bisa lestari, bahagia dan dimurahkan rejekinya oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan pada akhirnya melahirkan anak-anak yang cerdas, patuh kepada kedua orangtuanya, serta taat beribadah. Bagi masyarakat Jawa perkawinan bukan hanya merupakan pembentukan rumah tangga yang baru, tetapi juga membentuk ikatan dua keluarga besar yang bisa jadi berbeda dalam segala hal, baik sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya. Ibarat anak sekolah, perkawinan merupakan sebuah wisuda bagi pasangan muda-mudi untuk nantinya menggapai ujian “pendidikan” kehidupan yang lebih tinggi dan berat.
Menurut A. Van Gennep, seorang ahli sosiologi Perancis menamakan semua upacara-upacara perkawinan itu sebagai “rites de passage” (upacara-upacara peralihan). Upacara-upacara peralihan yang melambangkan peralihan atau perubahan status dari mempelai berdua; yang asalnya hidup terpisah, setelah melaksanakan upacara perkawinan menjadi hidup bersatu dalam suatu kehidupan bersama sebagai suami isteri. Semula mereka merupakan warga keluarga orang tua mereka masing-masing, setelah perkawinan mereka berdua merupakan keluarga sendiri, suatu keluarga baru yang berdiri sendiri dan mereka pimpin sendiri.





BAB III
PEMBAHASAN
3.1 ADAT ISTIADAT JAWA TIMUR
Penduduk
Jumlah penduduk Jawa Timur pada tahun 2010 adalah 37.476.757 jiwa, dengan kepadatan 784 jiwa/km2. Kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak di provinsi Jawa Timur adalah Kabupaten Malang dengan jumlah penduduk 2.446.218 jiwa, sedang kota dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kota Surabaya sebanyak 2.765.487. Laju pertumbuhan penduduk adalah 0,76% per tahun (2010)
Kesenian
Jawa Timur memiliki sejumlah kesenian khas. Ludruk merupakan salah satu kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal, yakni seni panggung yang umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki. Berbeda dengan ketoprak yang menceritakan kehidupan istana, ludruk menceritakan kehidupan sehari-hari rakyat jelata, yang seringkali dibumbui dengan humor dan kritik sosial, dan umumnya dibuka dengan Tari Remo dan parikan. Saat ini kelompok ludruk tradisional dapat dijumpai di daerah Surabaya, Mojokerto, dan Jombang; meski keberadaannya semakin dikalahkan dengan modernisasi.Reog yang sempat diklaim sebagai tarian dari Malaysia merupakan kesenian khas Ponorogo yang telah dipatenkan sejak tahun 2001, reog kini juga menjadi icon kesenian Jawa Timur. Pementasan reog disertai dengan jaran kepang (kuda lumping) yang disertai unsur-unsur gaib. Seni terkenal Jawa Timur lainnya antara lain wayang kulit purwa gaya Jawa Timuran, topeng dalang di Madura, dan besutan. Di daerah Mataraman, kesenian Jawa Tengahan seperti ketoprak dan wayang kulit cukup populer. Legenda terkenal dari Jawa Timur antara lain Damarwulan, Angling Darma, dan Sarip Tambak-Oso. Seni tari tradisional di Jawa Timur secara umum dapat dikelompokkan dalam gaya Jawa Tengahan, gaya Jawa Timuran, tarian Jawa gaya Osing, dan trian gaya Madura. Seni tari klasik antara lain tari gambyong, tari srimpi, tari bondan, dan kelana.Terdapat pula kebudayaan semacam barong sai di Jawa Timur. Kesenian itu ada di dua kabupaten yaitu, Bondowoso dan Jember. Singo Wulung adalah kebudayaan khas Bondowoso. Sedangkan Jember memiliki macan kadhuk. Kedua kesenian itu sudah jarang ditemui.
Budaya dan adat istiadat
Kebudayaan dan adat istiadat Suku Jawa di Jawa Timur bagian barat menerima banyak pengaruh dari Jawa Tengahan, sehingga kawasan ini dikenal sebagai Mataraman menunjukkan bahwa kawasan tersebut dulunya merupakan daerah kekuasaan Kesultanan Mataram. Daerah tersebut meliputi eks-Karesidenan Madiun (Madiun, Ngawi, Magetan,Ponorogo, Pacitan), eks-Karesidenan Kediri (Kediri, Tulungagung, Blitar, Trenggalek, Nganjuk) dan sebagian Bojonegoro. Seperti halnya di Jawa Tengah, wayang kulit dan ketoprak cukup populer di kawasan ini.Kawasan pesisir barat Jawa Timur banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Kawasan ini mencakup wilayah Tuban, Lamongan, dan Gresik. Dahulu pesisir utara Jawa Timur merupakan daerah masuknya dan pusat perkembangan agama Islam. Lima dari sembilan anggota walisongo dimakamkan di kawasan ini.Di kawasan eks-Karesidenan Surabaya (termasuk Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang) dan Malang, memiliki sedikit pengaruh budaya Mataraman, mengingat kawasan ini cukup jauh dari pusat kebudayaan Jawa: Surakarta dan Yogyakarta. Adat istiadat di kawasan Tapal Kuda banyak dipengaruhi oleh budaya Madura, mengingat besarnya poulasi Suku Madura di kawasan ini. Adat istiadat masyarakat Osing merupakan perpaduan budaya Jawa, Madura, dan Bali. Sementara adat istiadat Suku Tengger banyak dipengaruhi oleh budaya Hindu. Masyarakat desa di Jawa Timur, seperti halnya di Jawa Tengah, memiliki ikatan yang berdasarkan persahabatan dan teritorial. Berbagai upacara adat yang diselenggarakan antara lain: tingkepan (upacara usia kehamilan tujuh bulan bagi anak pertama), babaran (upacara menjelang lahirnya bayi), sepasaran (upacara setelah bayi berusia lima hari), pitonan (upacara setelah bayi berusia tujuh bulan), sunatan, pacangan. Penduduk Jawa Timur umumnya menganut perkawinan monogami. Sebelum dilakukan lamaran, pihak laki-laki melakukan acara nako'ake (menanyakan apakah si gadis sudah memiliki calon suami), setelah itu dilakukan peningsetan (lamaran). Upacara perkawinan didahului dengan acara temu atau kepanggih. Masyarakat di pesisir barat: Tuban, Lamongan, Gresik, bahkan Bojonegoro memiliki kebiasaan lumrah keluarga wanita melamar pria, berbeda dengan lazimnya kebiasaan daerah lain di Indonesia, dimana pihak pria melamar wanita. Dan umumnya pria selanjutnya akan masuk ke dalam keluarga wanita.Untuk mendoakan orang yang telah meninggal, biasanya pihak keluarga melakukan kirim donga pada hari ke-1, ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, 1 tahun, dan 3 tahun setelah kematian.

Arsitektur
Bentuk bangunan Jawa Timur bagian barat (seperti di Ngawi, Madiun, Magetan, dan Ponorogo) umumnya mirip dengan bentuk bangunan Jawa Tengahan (Surakarta). Bangunan khas Jawa Timur umumnya memiliki bentuk joglo, bentuk limasan (dara gepak), bentuk srontongan (empyak setangkep).Masa kolonialisme Hindia-Belanda juga meninggalkan sejumlah bangunan kuno. Kota-kota di Jawa Timur banyak terdapat bangunan yang didirikan pada era kolonial, terutama di Surabaya dan MalangRumah Adat Jawa Timur Joglo Rumah adat joglo adalah salah satu rumah adat yang dimiliki oleh daerah Jawa Timur. Rumah adat joglo di Jawa Timur banyak ditemukan di daerah Ponorogo.Kebanyakan rumah joglo yang terdapat di Ponorogo adah rumah adat joglo yang memiliki dua ruangan yaitu :
· Ruang depan (pendopo) yang difungsikana sebagai :
·         tempat menerima tamu
·         balai pertemuan (karena awalnya hanya dimiliki oleh bangsawan dan kepala desa)
· tempat untuk mengadakan upacara – upacara adat
· Ruang belakang yang terdiri dari :
·         kamar – kamar
·         dapur (pawon)
Sedangkan ruang utama atau ruang induk pada rumah joglo dibagi menjadi 3 ruangan, yaitu :
·         sentong kiwo (kamar kiri)
·         sentong tengan (kamar tengah)
·         sentong tangen (kamar kanan)







Alat Musik Tradisional Jawa Timur
Di dalam artikel ini saya akan menginformasikan pada anda tengan 3 alat musik tradisional yang populer di Jawa Timur, yaitu :
1. Gamelan
2. Bonang
3. Terompet Reog
Saya tahu bahwa alat musik gamelan tidak asing lagi di Tanah Jawa. Karena gamelan memang khas berasal dari tanah jawa. Meskipun demikian untuk melengkapi artikel ini, saya akan kembali menjelaskan tentang ketiga alat musik tradisional Jawa Timur tersebut. Penjelasan Tentang Alat Musik Tradisional Timur
1. Gamelan
Alat musik tradisional yang bisa dinilai sebagai alat musik yang paling populer di tanah jawa ini adalah jenis alat musik pukul. Memiliki bagian bawah seperti bak yang terbuat dari kayu yang diatasnya disusunlah beberapa lempengan besi yang digantung dengan penyangga sehingga menghasilkan bunyi ketika dipukul. Alat musik gamelan ini memiliki tangga nada yang lengkap. Nada setiap lempengan dibuat berbeda-beda dengan cara membedakan panjangan potongan tiap-tiap lempengan besi tersebut. Alat pemukulnya biasanya juga dibuatdari kayu dengan bagian ujung dibuat lebih besar dan bundar.
2. Bonang
Bonang hampir sama dengan Gamelan, hanya saja jika gamelan terbuat dari besi yang berbentuk lempengan atau pipih, sedangkan bonang mirip dengan pot atau cerek. Biasanya Bonang juga digunakan untuk dimainkan berpadu dengan gamelan. Yang uniknya adalah setiap pot atau ceret dari Bonang ini memiliki poros yang cembung di bagian tengahnya sebagai pusat untuk dipukul. Hampir mirip dengan gong-gong kecil yang disusun secara datardi atas sebuah kotak kayu seperti Gamelan




3. Terompet Reog
Terompet reog ini dikenal berasal dari daerah Ponorogo Jawa Timur. Seperti namanya, terompet Reog adalah sebuah alat musik tradisional Jawa Timur yang dimainkan dengan caraditiup yang digunakan untuk mengiringi kesenian reog di Jawa Timur. Kesenian reog sendiri merupakan orkes tradisional yang biasanya dimainkan oleh 20 – 30 orang. Reog sendiri dikenal sebagai kesenian tradisional Indonesia yang masih kental di masyarakat Ponorogo khususnya karena masih sangat berbau mistik dan ilmu-ilmu kebatinan.Di zaman modern ini, Reog biasanya dimainkan dalam rangka merayakan suatu acara seperti pesta khitanan, pesta pernikahan, dan juga pada saat merayakan hari-hari besar nasional. Dan sebenarnya kesenian reog ini merupakan wujud dari suatu keyakinan dan kepercayaan peninggalan leluhur yang dilestarikan secara turun temurun oleh masyarakat Ponorogo.

3.2 Unsur Budaya Jawa timur
·         Kepercayaan : Mayoritas suku Jawa umumnya menganut agama Islam, sebagian kecil lainnya menganut agamakristen dankatolik, dan ada pula yang menganut hindu dan Buddha. Sebagian orang Jawa juga masih memegang teguh kepercayaan Kejawen. Agama Islam sangatlah kuat dalam memberi pengaruh pada Suku Madura. Suku Osing umumnya beragama Islam dan Hindu. Sedangkan mayoritas Suku Tengger menganut agama Hindu.

·         Perlengkapan hidup :Sebagai suatu kebudayaan, suku Jawa tentu memiliki peralatan dan perlengkapan hidup yang khas diantaranya yang paling menonjol adalah dalam segi bangunan. Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah Jawa memiliki ciri sendiri dalam bangunan mereka, khususnya rumah tinggal. Ada beberapa  jenis rumah yang dikenal oleh masyarakat suku Jawa, diantaranya adalah rumah limasan, rumah joglo, dan rumah serotong. Rumah limasan, adalah rumah yang paling umum ditemui di daerah Jawa, karena rumah ini merupakan rumah yang dihunu oleh golongan rakyat jelata. Sedangkan rumah Joglo, umumnya dimiliki sebagai tempat tinggal para kaum bangsawan, misalnya saja para kerabat keraton.Umumnya rumah di daerah Jawa menggunakan bahan batang bambu, glugu (batang pohon nyiur), dan kayu jati sebagai kerangka atau pondasi rumah. Sedangkan untuk dindingnya, umum digunakan gedek atau anyaman dari bilik bambu, walaupun sekarang, seiring dengan perkembangan zaman, banyak juga yang telah menggunakan dinding dari tembok. Atap pada umumnya terbuat dari anyaman kelapa kering (blarak) dan banyak juga yang menggunakan genting.

·         Mata pencaharian :Tidak ada mata pencaharian yang khas yang dilakoni oleh masyarakat suku Jawa. pada umumnya, orang-orang disana bekerja pada segala bidang, terutama administrasi negara dan kemiliteran yang memang didominasi oleh orang Jawa. selain itu, mereka bekerja pada sektor pelayanan umum, pertukangan, perdagangan dan pertanian dan perkebunan. Sektor pertanian dan perkebunan, mungkin salah satu yang paling menonjol dibandingkan mata pencaharian lain, karena seperti yang kita tahu, baik Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak lahan-lahan pertanian yang beberapa cukup dikenal, karena memegang peranan besar dalam memasok kebutuhan nasional, seperti padi, tebu, dan kapas.

·         Pengetahuan :  Salah satu bentuk sistem pengetahuan yanga ada, berkembang, dan masih ada hingga saat ini, adalah bentuk penanggalan atau kalender. Bentuk kalender Jawa menurut kelompok kami, adalah salah satu bentuk pengetahuan yang maju dan unik yang berhasil diciptakan oleh para masyarakat Jawa kunoPada sistem kalender Jawa, terdapat dua siklus hari yaitu siklus 7 hari seperti yang kita kenal saat ini, dan sistem panacawara yang mengenal 5 hari pasaran. Sejarah penggunaan kalender Jawa baru ini, dimulai pada tahun 1625, dimana pada saat itu, sultan agung, raja kerajaan mataram, yang sedang berusaha menytebarkan agama islam di pulau Jawa, mengeluarkan dekrit agar wilayah kekuasaanya menggunakan sistem kalender hijriah, namun angka tahun hijriah tidak digunakan demi asas kesinambungan. Sehingga pada saat itu adalah tahun 1025 hijriah, namun tetap menggunakan tahun saka, yaitu tahun 1547.Dalam sistem kalender Jawa pun, terdapat dua versi nama-nama bulan,
yaitu nama bulan dalam kalender Jawa matahari, dan kalender Jawa bulan. Nama- nama bulan dalam sistem kalender Jawa komariah (bulan) diantaranya adalah suro, sapar, mulud, bakdamulud, jumadilawal, jumadil akhir, rejeb, ruwah, poso, sawal, sela, dan dulkijah. Namun, pada tahun 1855 M, karena sistem penanggalan komariah dianggap tidak cocok dijadikan patokan petani dalam menentukan masa bercocok tanam, maka Sri Paduka Mangkunegaran IV mengesahkan sistem kalender berdasarkan sistem matahari. Dalam kalender matahari pun terdapat dua belas bulan .

·         Kekerabat : Sistem kekerabatan masyarakat Jawa berdasarkan prinsip keturunanbilateral. Semua kakak laki-laki atau wanita ayah dan ibu beserta istriatupun suami masing – masing diklasifikasikan menjadi satudenganistilahsiwaatauuwa. Adapun adik dari ayah dan ibu diklasifikasikan kedalam dua golongan yang dibedakan menurut jenis kelamin menjadipaman dan bibi.Dalam adat masyarakat Jawa dikenal adanyangarang wulusertawayuh.Perkawinanngarang wuluadalah suatu perkawinan seorang dudadengan seorang wanita salah satu adik ari almarhum istrinya. Jadimerupakan pernikahan sororat. Adapunwayuhadalah suatu perkawinanlebih dari satu istri (poligami).

·         Kesenian : Reog , kuda lumping, ludruk, tariremo , parikanTari Bedhaya ,Tari Srimpi Tari Pethilan,  Tari Golek,Tari Bondan,Tari Topeng, Tari DolalakPatolan atau prisenanbarongan, kuda kepang, dan wayang krucil,Kuntulan, Lengger calung


·         Bahasa :Bahasa Jawa, sebagai bahasa ibu dan bahasa pergaulan sehari-hari masyarakat suku Jawa , Dan bahasa Indonesia.

3.3 Upacara Pernikahan Adat Jawa
Tahapan – tahapan dalam Upacara Pernikahan Adat Jawa adalah sebagai berikut:

Nontoni
Pada tahap ini sangat dibutuhkan peranan seorang perantara. Perantara ini merupakan utusan dari keluarga calon pengantin pria untuk menemui keluarga calon pengantin wanita. Pertemuan ini dimaksudkan untuk nontoni, atau melihat calon dari dekat. Biasanya, utusan datang ke rumah keluarga calon pengantin wanita bersama calon pengantin pria. Di rumah itu, para calon mempelai bisa bertemu langsung meskipun hanya sekilas. Pertemuan sekilas ini terjadi ketika calon pengantin wanita mengeluarkan minuman dan makanan ringan sebagai jamuan. Tamu disambut oleh keluarga calon pengantin wanita yang terdiri dari orangtua calon pengantin wanita dan keluarganya, biasanya pakdhe atau paklik
Nakokake/Nembung/Nglamar
Sebelum melangkah ke tahap selanjutnya, perantara akan menanyakan beberapa hal pribadi seperti sudah adakah calon bagi calon mempelai wanita. Bila belum ada calon, maka utusan dari calon pengantin pria memberitahukan bahwa keluarga calon pengantin pria berkeinginan untuk berbesanan. Lalu calon pengantin wanita diajak bertemu dengan calon pengantin pria untuk ditanya kesediaannya menjadi istrinya. Bila calon pengantin wanita setuju, maka perlu dilakukan langkah-langkah selanjutnya. Langkah selanjutnya tersebut adalah ditentukannya hari H kedatangan utusan untuk melakukan kekancingan rembag (peningset).
Peningset ini merupakan suatu simbol bahwa calon pengantin wanita sudah diikat secara tidak resmi oleh calon pengantin pria. Peningset biasanya berupa kalpika (cincin), sejumlah uang, dan oleh-oleh berupa makanan khas daerah. Peningset ini bisa dibarengi dengan acara pasok tukon, yaitu pemberian barang-barang berupa pisang sanggan (pisang jenis raja setangkep), seperangkat busana bagi calon pengantin wanita, dan upakarti atau bantuan bila upacara pernikahan akan segera dilangsungkan seperti beras, gula, sayur-mayur, bumbon, dan sejumlah uang.
Ketika semua sudah berjalan dengan lancar, maka ditentukanlah tanggal dan hari pernikahan. Biasanya penentuan tanggal dan hari pernikahan disesuaikan dengan weton (hari lahir berdasarkan perhitungan Jawa) kedua calon pengantin. Hal ini dimaksudkan agar pernikahan itu kelak mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi seluruh anggota keluarga.

Pasang Tarub
Bila tanggal dan hari pernikahan sudah disetujui, maka dilakukan langkah selanjutnya yaitu pemasangan tarub menjelang hari pernikahan. Tarub dibuat dari daun kelapa yang sebelumnya telah dianyam dan diberi kerangka dari bambu, dan ijuk atau welat sebagai talinya. Agar pemasangan tarub ini selamat, dilakukan upacara sederhana berupa penyajian nasi tumpeng lengkap. Bersamaan dengan pemasangan tarub, dipasang juga tuwuhan. Yang dimaksud dengan tuwuhan adalah sepasang pohon pisang raja yang sedang berbuah, yang dipasang di kanan kiri pintu masuk. Pohon pisang melambangkan keagungan dan mengandung makna berupa harapan agar keluarga baru ini nantinya cukup harta dan keturunan. Biasanya di kanan kiri pintu masuk juga diberi daun kelor yang bermaksud untuk mengusir segala pengaruh jahat yang akan memasuki tempat upacara, begitu pula janur yang merupakan simbol keagungan.


Midodareni
Rangkaian upacara midodareni diawali dengan upacara siraman. Upacara siraman dilakukan sebelum acara midodareni. Tempat untuk siraman dibuat sedemikian rupa sehingga nampak seperti sendang yang dikelilingi oleh tanaman beraneka warna. Pelaku siraman adalah orang yang dituakan yang berjumlah tujuh diawali dari orangtua yang kemudian dilanjutkan oleh sesepuh lainnya. Setelah siraman, calon pengantin membasuh wajah (istilah Jawa: raup) dengan air kendi yang dibawa oleh ibunya, kemudian kendi langsung dibanting/dipecah sambil mengucapkan kata-kata: “cahayanya sekarang sudah pecah seperti bulan purnama”. Setelah itu, calon penganten langsung dibopong oleh ayahnya ke tempat ganti pakaian.
Setelah berganti busana, dilanjutkan dengan acara potong rambut yang dilakukan oleh orangtua pengantin wanita. Setelah dipotong, rambut dikubur di depan rumah. Setelah rambut dikubur, dilanjutkan dengan acara “dodol dawet”. Yang berjualan dawet adalah ibu dari calon pengantin wanita dengan dipayungi oleh suaminya. Uang untuk membeli dawet terbuat dari kreweng (pecahan genting ) yang dibentuk bulat. Upacara dodol dhawet dan cara membeli dengan kreweng ini mempunyai makna berupa harapan agar kelak kalau sudah hidup bersama dapat memperoleh rejeki yang berlimpah-limpah seperti cendol dalam dawet dan tanpa kesukaran seperti dilambangkan dengan kreweng yang ada di sekitar kita.
Menginjak rangkaian upacara selanjutnya yaitu upacara midodareni. Berasal dari kata widadari, yang artinya bidadari. Midadareni merupakan upacara yang mengandung harapan untuk membuat suasana calon penganten seperti widadari. Artinya, kedua calon penganten diharapkan seperti widadari-widadara, di belakang hari bisa lestari, dan hidup rukun dan sejahtera.

Akad Nikah
Akad nikah adalah inti dari acara perkawinan. Biasanya akad nikah dilakukan sebelum acara resepsi. Akad nikah disaksikan oleh sesepuh/orang tua dari kedua calon penganten dan orang yang dituakan. Pelaksanaan akad nikah dilakukan oleh petugas dari catatan sipil atau petugas agama.

Panggih
Upacara panggih dimulai dengan pertukaran kembar mayang, kalpataru dewadaru yang merupakan sarana dari rangkaian panggih. Sesudah itu dilanjutkan dengan balangan suruh, ngidak endhog, dan mijiki.

Balangan suruh
Upacara balangan suruh dilakukan oleh kedua pengantin secara bergantian. Gantal yang dibawa untuk dilemparkan ke pengantin putra oleh pengantin putri disebut gondhang kasih, sedang gantal yang dipegang pengantin laki-laki disebut gondhang tutur. Makna dari balangan suruh adalah berupa harapan semoga segala goda akan hilang dan menjauh akibat dari dilemparkannya gantal tersebut. Gantal dibuat dari daun sirih yang ditekuk membentuk bulatan (istilah Jawa: dilinting) yang kemudian diikat dengan benang putih/lawe. Daun sirih merupakan perlambang bahwa kedua penganten diharapkan bersatu dalam cipta, karsa, dan karya.

Ngidak endhok
Upacara ngidak endhog diawali oleh juru paes, yaitu orang yang bertugas untuk merias pengantin dan mengenakan pakaian pengantin, dengan mengambil telur dari dalam bokor, kemudian diusapkan di dahi pengantin pria yang kemudian pengantin pria diminta untuk
 menginjak telur tersebut. Ngidak endhog mempunyai makna secara seksual, bahwa kedua pengantin sudah pecah pamornya.
Wiji dadi
Upacara ini dilakukan setelah acara ngidak endhok. Setelah acara ngidak endhog, pengantin wanita segera membasuh kaki pengantin pria menggunakan air yang telah diberi bunga setaman. Mencuci kaki ini melambangkan suatu harapan bahwa “benih” yang akan diturunkan jauh dari mara bahaya dan menjadi keturunan yang baik.



Timbangan
Upacara timbangan biasanya dilakukan sebelum kedua pengantin duduk di pelaminan. Upacara timbangan ini dilakukan dengan jalan sebagai berikut: ayah pengantin putri duduk di antara kedua pengantin. Pengantin laki-laki duduk di atas kaki kanan ayah pengantin wanita, sedangkan pengantin wanita duduk di kaki sebelah kiri. Kedua tangan ayah dirangkulkan di pundak kedua pengantin. Lalu ayah mengatakan bahwa keduanya seimbang, sama berat dalam arti konotatif. Makna upacara timbangan adalah berupa harapan bahwa antara kedua pengantin dapat selalu saling seimbang dalam rasa, cipta, dan karsa.

Kacar-kucur
Caranya pengantin pria menuangkan raja kaya dari kantong kain, sedangkan pengantin wanitanya menerimanya dengan kain sindur yang diletakkan di pangkuannya. Kantong kain berisi dhuwit recehan, beras kuning, kacang kawak, dhele kawak, kara, dan bunga telon (mawar, melati, kenanga atau kanthil). Makna dari kacar kucur adalah menandakan bahwa pengantin pria akan bertanggungjawab mencari nafkah untuk keluarganya. Raja kaya yang dituangkan tersebut tidak boleh ada yang jatuh sedikitpun, maknanya agar pengantin wanita diharapkan mempunyai sifat gemi, nastiti, surtini, dan hati-hati dalam mengatur rejeki yang telah diberikan oleh suaminya.

Dulangan
Dulangan merupakan suatu upacara yang dilakukan dengan cara kedua pengantin saling menyuapkan makanan dan minuman. Makna dulangan adalah sebagai simbol seksual, saling memberi dan menerima.

Sungkeman
Sungkeman adalah suatu upacara yang dilakukan dengan cara kedua pengantin duduk jengkeng dengan memegang dan mencium lutut kedua orangtua, baik orangtua pengantin putra maupun orangtua pengantin putri. Makna upacara sungkeman adalah suatu simbol perwujudan rasa hormat anak kepada kedua orangtua.

Kirab
Upacara kirab berupa arak-arakan yang terdiri dari domas, cucuk lampah, dan keluarga dekat untu menjemput atau mengiringi pengantin yang akan keluar dari tempat panggih ataupun akan memasuki tempat panggih. Kirab merupakan suatu simbol penghormatan kepada kedua pengantin yang dianggap sebagai raja sehari yang diharapkan kelak dapat memimpin dan membina keluarga dengan baik.

Jenang Sumsuman
Upacara jenang sumsuman dilakukan setelah semua acara perkawinan selesai. Dengan kata lain, jenang sumsuman merupakan ungkapan syukur karena acara berjalan dengan baik dan selamat, tidak ada kurang satu apapun, dan semua dalam keadaan sehat walafiat. Biasanya jenang sumsuman diselenggarakan pada malam hari, yaitu malam berikutnya setelah acara perkawinan.
Boyongan/Ngunduh Manten
Disebut dengan boyongan karena pengantin putri dan pengantin putra diantar oleh keluarga pihak pengantin putri ke keluarga pihak pengantin putra secara bersama-sama. Ngunduh manten diadakan di rumah pengantin laki-laki. Biasanya acaranya tidak selengkap pada acara yang diadakan di tempat pengantin wanita meskipun bisa juga dilakukan lengkap seperti acara panggih biasanya. Hal ini tergantung dari keinginan dari pihak keluarga pengantin laki-laki. Biasanya, ngundhuh manten diselenggarakan sepasar setelah acara perkawinan.

3.4 Makna atau Simbol yang Tersirat dalam Unsur Upacara Pernikahan
·         Ubarampe tarub (pisang, padi, tebu, kelapa gading, dan dedaunan): bermakna bahwa kedua mempelai diharapkan nantinya setelah terjun dalam masyarakat dapat hidup sejahtera, selalu dalam keadaan sejuk hatinya, selalu damai (simbol dedaunan), terhindar dari segala rintangan, dapat mencapai derajat yang tinggi (simbol pisang raja), mendapatkan rejeki yang berlimpah sehingga tidak kekurangan sandang dan pangan (simbol padi), sudah mantap hatinya dalam mengarungi bahtera rumah tangga (simbol tebu), tanpa mengalami percekcokan yang berarti dalam membina rumah tangga dan selalu sehati (simbol kelapa gading dalam satu tangkai), dan lain-lain.
·         Air kembang : bermakna pensucian diri bagi mempelai sebelum bersatu.
·         Pemotongan rambut : bermakna inisiasi sebagai perbuatan ritual semacam upacara kurban menurut konsepsi kepercayaan lama dalam bentuk mutilasi tubuh.
·         Dodol dhawet : bermakna apabila sudah berumah tangga mendapatkan rejeki yang berlimpah ruah dan bermanfaat bagi kehidupan berumah tangga.
·         Balangan suruh : bermakna semoga segala goda akan hilang dan menjauh akibat dari dilemparkannya gantal tersebut.
·         Midak endhog : bermakna bahwa pamor dan keperawanan sang putri akan segera hilang setelah direngkuh oleh mempelai laki-laki. Setelah bersatu diharapkan segera mendapat momongan seperti telur yang telah pecah.
·         Timbangan : bermakna bahwa kedua mempelai mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan tidak ada bedanya di hadapan orang tua maupun mertua.
·         Kacar-kucur : bermakna bahwa mempelai laki-laki berhak memberikan nafkah lahir batin kepada mempelai putri dan sebaliknya pengantin putri dapat mengatur keuangan dan menjaga keseimbangan rumah tangga.
·         Dulangan : bermakna keserasian dan keharmonisan yang akan diharapkan setelah berumah tangga, dapat saling memberi dan menerima.
·         Sungkeman : bermakna mohon doa restu kepada orangtua dan mertua agar dalam membangun rumah tangga mendapatkan keselamatan, dan terhindar dari bahaya.

3.5 Kaitannya dengan cinta kasih
Pernikahan adat jawa adalah suatu rangkaian upacara yang dilakukan sepasang kekasih untuk menghalalkan semua perbuatan yang berhubungan dengan kehidupan suami-istri guna membentuk suatu keluarga dan meneruskan garis keturunan.Dalam melakukan prosesi pernikahan, orang Jawa selalu mencari hari baik, maka perlu pertimbangan dari ahli penghitungan hari baik berdasarkan patokan Primbon Jawa. Setelah ditemukan hari baik, maka sebulan sebelum akad nikah, secara fisik calon pengantin perempuan disiapkan untuk menjalani hidup pernikahan, dengan cara diurut perutnya dan diberi jamu oleh ahlinya.Ini dikenal dengan istilah "diulik", yaitu pengurutan perut untuk menempatkan rahim dalam posisi yang tepat agar dalam persetubuhan pertama memperoleh keturunan, dan minum jamu Jawa agar tubuh ideal dan singset














3.6 Wawancara Dengan Narasumber
 Pewawancara : Selamat sore bu
Narasumber     : Sore
Pewawancara : Apakah anda keturunan budaya Jawa?
Narasumber     : Ya, betul. Saya keturunan budaya Jawa

Pewawancara : Dari siapa anda mendapatkan keturunan budaya Jawa?
Narasumber     : Dari Ibu dan Ayah saya
Pewawancara  : Bagaimana kebiasaan sehari-hari anda yang masih berkaitan dengan budaya jawa?
Narasumber     : Ada beberapa kegiatan saya dilingkungan kampong saya yang masih     berkaitan dengan  budaya  Jawa, separti menari tradisional di sanggar, dan masih menjunjung tinggi bertutur kata dan sikap sopan dan santun terhadap sesama.
Pewawancara : Lalu, apa yang anda lakukan untuk menjaga dan melestarikan budaya Jawa?
Narasumber     : Yang saya lakukan adalah mempelajari budayanya dan mewariskan budaya Jawa kepada keturunan saya nanti dan mempertunjukkan kepada khalayak bahwa budaya Jawa memiliki berbagai macam tradisi dan kesenian. Dan saya pun masih menggunakan bahasa dan logat Jawa di dalam lingkungan keluarga saya.
Pewawancara : Mengapa anda masih menggunakan bahasa atau logat Jawa?
Narasumber     : Karena secara turun temurun keluarga saya menggunakan bahasa atau logat Jawa, sehingga bahasa dan logat Jawa sudah menjadi kebiasaan sehari-hari.
Pewawancara : Dimanakah tempat untuk merayakan hari besar budaya Jawa?
Narasumber     : Saya beserta keluarga saya biasa merayakan hari besar budaya Jawa di Keraton Yogyakarta.
Pewawancara : Apa saja upacara adat jawa dan kapan  upacara tersebut dilakukan?
Narasumber   : Dalam budaya Jawa, ada beberapa upacara adat yang biasa kami selenggarakan. Satu contoh upacara Nyewu Dina, inti dari upacara ini adalah memohon pengampunan kepada tuhan. Upacara tersebut diadakan setelah maghrib dan diikuti oleh keluarga, ulama, tetangga dan relasi.
Pewawancara : Baik, terimakasih untuk waktu yang anda berikan.













BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1   Kesimpulan
Dari kesimpulan diatas dapat dijelaskan bahwa, Sistem kekerabatan masyarakat Jawa berdasarkan prinsip keturunanbilateral. Semua kakak laki-laki atau wanita ayah dan ibu beserta istriatupun suami masing – masing diklasifikasikan menjadi satu dengan istilah siwaatauuwa. Adapun urutan dari pernikahan jawa yaitu Nakokake/Nembung/Nglamar
Pasang Tarub, Midodareni,Akad Nikah, Panggih, Balangan suruh, Ngidak endhok, Wiji dadi, Timbangan, Kacar-kucur ,Dulangan ,Sungkeman ,Kirab ,Jenang Sumsuman, Boyongan/Ngunduh Manten, semua yang ada dalam tata cara pernikahan ini memiliki berbagai macam makna, seperti Sungkeman bermakna mohon doa restu kepada orangtua dan mertua agar dalam membangun rumah tangga mendapatkan keselamatan, dan terhindar dari bahaya.

4.2Saran
Dengan beragamnya adat, suku dan budaya di Indonesia, semoga perbedaan adat istiadat dalam segi perkawinan tidak membuat adanya perpecahan di antara sesama warga negara indonesia dan kita dapat mengambil sisi positifnya yaitu dengan menjadikan perbedaan tersebut sebagai kekayaan yang dimiliki Indonesia. 






DAFTAR PUSTAKA









Komentar

Postingan Populer